Dingin pagi masih menggigit. Kutarik lebih rapat sarung tidurku. Lamat-lamat, kudengar suara Ibu mengaji dari balik dinding bambu. Harum nasi yang sedang ditanak memenuhi hunian kami yang sempit. Kulihat jam, 5.14. Abah pasti sudah berangkat. Menyupiri bos-bos Jepang. Rasanya baru 3 jam yang lalu beliau pulang. Kuhalau malas dengan duduk bersila di atas tikar. Berusaha mengumpulkan nyawa yang masih terserak. Kokok ayam dan kicau burung bersahut-sahutan. Beda jenis tapi sepertinya saling paham. Jingle-jingle tukang rotipun bermunculan. Jangan terkecoh, yang lagunya bagus belum tentu rotinya enak. Titik-titik matahari menembus dinding gedeg sebelah Timur, macam bilah-bilah laser menembakiku dengan hangatnya. Aku tersenyum kecil, mengucap Hamdalah, Ta’awudz dan Basmalah. “Ayo, Cok! Semangat! Hari ini pasti dapat kerja!”