Ada sebuah benang yang sangat halus. Saking halusnya, tak tampak oleh mata telanjang kita. Karena ketaktampakannya itu, kita tak sadar ia selalu ada.

Sejak minggu ke sekian di rahim ibunda. Benang itu masuk melalui lubang pusar ibunda, mengikuti petunjuk tali pusat, untuk masuk ke pusar kita. Menunggu ruh yang baru hendak ditiupkan.

Meski lebih tipis dari rambut dibelah tujuh, benang itu sangat kuat dan lentur sekaligus. Sehingga ia bisa ikut ke mana kita pergi dan terlibat dalam kegiatan apapun yang kita lakukan. Jungkir balik di awan maupun tenggelam di tengah lautan. Berbuat baik, berbuat dosa. Berbuat yang entah-entah.

Benang itu tidak pernah rapuh atau putus ditingkahi cuaca dan kelakuan kita. Ia selalu ada. Tak pernah berubah tetap lentur, tetap kuat. Tetap mengikuti ke mana pun kita pergi.

Yang berubah adalah kita. Yang mungkin langsung lupa telah menselancari benang super halus tersebut saat turun ke Bumi. Kita yang terbuat dari percikan bintang. Melesat pasti dari perut Semesta menuju perut Ibunda setelah sebelumnya mengucap Janji Setia.

Yang berubah adalah kita.
Karena kita diciptakan untuk senantiasa berubah. Dari setitik mani, segumpal darah, sejenis kelamin, seorang bayi dan segala metamorfosis baik buruk kita kelak.

Mampukah kita menselancari benang itu nantinya bila tiba waktu untuk kembali?

Mampukah kita memegangnya erat dan tak terlepas lagi?
Agar tiada pernah ada kata berpisah..
Dudududududu..

#whysoserieus
#situCandil
#?

NB: Sesekali posting panjang biar kayak pemikir-pemikir ituh. Kalau gue? Paling scroll down buru-buru sambil membatin, “Wek, gak baca, wek.”

View on Path