Dear Yous,

Aku ingin menulis tentang kalian. Sahabat yang paling aku sayang. Walau kita tak lagi dapat bertemu sesering yang kita mau.

Tapi mengetahui kalian masih sering kumpul satu sama lain. Nonton. Nongkrong di tempat-tempat baru. Mencicipi makanan-makanan baru. Mengakui sudut-sudut lama ibukota sebagai milik kalian yang baru. Sampai pagi. Sudah membuatku hepi.

Bahwa ada yang putus lalu jadian sama teman setongkrongan, adalah keniscayaan. Karena kalian pribadi-pribadi menyenangkan. Sulit untuk tidak saling menyayangi. Dan saling mempertaruhkan hati.

Bisa kurasakan kesedihan dan kebahagiaan kalian. Bukan salah siapa-siapa sebab semua sudah direncanakan. Jauh sebelum kita berkenalan. Dilahirkan. Anggap saja semua sudah direncanakan Tuhan, ketika Ia merancang gugusan bintang. Dan kita, Sayang, adalah juga bintang.

Tapi kalian. Bagiku. Lagi-lagi. Akan selalu jadi pasangan paling keren. Meski kalian mungkin tak akan pernah mendeklarasikannya pada dunia. Atau bahkan tak menyadarinya.

Kadang aku berharap memiliki indera kesekian yang bisa mengetahui siapa soulmate siapa. Sekadar tahu dan senang apabila jiwa kalian telah saling mengungkap rahasia itu.

Pasangan jiwa, Kawan, kalau dimaknai secara bahasawi, seharusnya memang tak terlihat, tak dapat disentuh, tak perlu dikatakan. Jiwa adalah udara yang tanpanya kita mati (tolong kasih tahu kalau kata-kata ini sudah pernah dipakai oleh pujangga siapa).

Sahabat, ah, mungkin berlebihan memakai kata itu. Membuatku teringat seseorang yang pernah menepis kata “teman” yang kutawarkan padanya. Kuharap kalian tidak melakukan hal yang sama. Sebab sama saja menyuruh kita menjadi asing. Karena setelah mengenal kalian, itu adalah hal terakhir yang kuinginkan.

Sahabat adalah sahabat, jauh ataupun dekat, renggang maupun erat.

Love, Uni.