Saat membaca kisah Greg Mortenson Dan perjuangannya mendirikan sekolah untuk anak-anak yang tinggal di sekitar Kashmir, hatiku tergelitik mengkritik ketidakakuratan penjelasan penulis soal urutan wudhlu dan posisi-posisi dalam shalat.
Kupikir, kalau mau menulis tentang shalat atau wudhlu kenapa juga ngga get the facts right first? Ya tho? Penulis juga harus punya referensi dan dasar fakta untuk membuat tulisannya meyakinkan. Toh tinggal di’google’ saja, apa susahnya?
Namun aku berterima kasih masih bisa berpikir jernih.
Maksudku adalah begini, penulis novel ini memang bukan orang dengan latar belakang Islam, memang begitu ceritanya. Jadi, adalah wajar jika ada pengamatannya yang keliru di mata pembacanya yang Muslim. Justru kekeliruan-kekeliruan itu membuat tulisan ini lebih realistis.
Masalah urutan wudhlu dan posisi shalat itu hanya masalah teknis yang tidak ada apa-apanya dibandingkan gambaran-gambaran penulis Relin akan keseharian Islam lainnya. Which is enough to make any Muslim’s heart swell with joy.
Saya juga manusia dan kadang peribahasa “Gajah di pelupuk mata tak tampak, debu di seberang lautan tampak” dapat pula diaplikasikan pada saya.
Sekian dulu dari saya yang selalu mau belajar. Lanjut baca lagi ah. :-) *lagi seru!