Selamat Ibadah Mencari Rezeki Halal Bagi Yang Menjalankan

Setiap hari kita dihadapkan pada dua pilihan: berbuat benar atau berbuat tidak benar. Tapi balik ke omongan Bang Napi, “Kejahatan bisa terjadi bukan hanya karena ada niat, tapi karena ada kesempatan.” pun dengan kebaikan. Kita bisa berniat baik tapi kesempatan itu belum ada. Tadinya kita tidak berniat buruk tapi karena kesempatan geal-geol depan mata, jadinya khilaf.

Saya masih ingat waktu Orientasi Kampus tahun 1998 di UGM, waktu itu sesi intimidasi oleh senior-senior bersuara dan bermuka gahar. Mereka menunjuk-nunjuk kami sambil berkata, “Bapak kalian koruptor semua!” dan segala tuduhan berbau KKN lainnya.

Wajah dan telinga saya panas. Begitu juga mata saya. Saya mengencangkan rahang agar airmata tidak sampai jatuh dan dianggap kalah. Tiba-tiba dari belakang saya, seorang mahasiswa kurus dan tinggi maju dan menonjok salah satu senior tadi. Seisi ruangan kaget. Anak itu diinterogasi di depan. Airmata marahnya bercucuran.

Bapaknya tentara di Ambarawa. Saya sempat berpacaran satu atau dua bulan dengannya.

Korupsi. Semoga kita selalu dijauhkan darinya. Sekecil apapun wujudnya.

Sepanjang masa berseragam sekolah, setiap meminta uang untuk beli buku tambahan atau apapun keperluan sekolah ke orang tua, tidak boleh tanpa tanda terima dari guru atau bendahara kelas. “Supaya kalian tahu, cari uang halal itu tidak gampang.” tegas Papa suatu kali ketika ditanya. Padahal sebetulnya ia ingin menghindarkan anak-anaknya dari “kesempatan-kesempatan” menjajal korupsi.

Papa saya pensiunan PNS, dengan gaji pas-pasan. Sesekali dapat uang dinas setelah beberapa minggu menghilang ke seberang lautan. Selebihnya dengan mengirim berbagai tulisan ke majalah dan koran.

Mama saya ibu rumah tangga biasa. Tapi bila situasi membutuhkan, tangannya selalu siap menghasilkan makanan-makanan yang bisa dijual untuk dapat tambahan uang. Sempat buka warung makan segala.

Katanya, kalau anak dikasih makan pakai uang yang halal, insyaAllah rumah terasa sejuk. Sebaliknya kalau anak dikasih makan pakai uang haram, rumah akan terasa panas. Yah, rumah kami tak lepas dari masalah-masalah. Tapi kalau diibaratkan naik bahtera, alhmadulillah penumpangnya semua bisa berenang.

Saat ini saya bekerja. Di sebuah perusahaan swasta. Ajakan-ajakan korupsi dalam diri kadang sangat lantang. Seperti saat bos sedang tidak di tempat, yang namanya peramban selalu memanggil untuk menjelajah dunia yang tak ada kaitannya dengan pekerjaan. Kalau gaji saya dihitung per jam, dan kerja yang benar-benar kerja setiap harinya hanya 4 jam dari 8 jam, gaji yang saya terima kelebihan setengahnya. Setengah yang mungkin terkirim ke orang tua yang selama ini bersikeras mencari nafkah halal untuk anak-anaknya.

Ada yang bilang tak semua PNS itu koruptor. Memang benar. Tapi apakah yang dilakukan PNS non-koruptor itu bila mengetahui rekan-rekannya korupsi? Alaah, pekerja swasta juga suka korupsi. Pekerja swasta malah enak, jadi whistle blower, dimusuhin sekantor, tinggal resign. Kalau PNS kan ngga bisa gitu? Terus kenapa harus jadi PNS? Kalau hati nuraninya tidak setuju? Ada kok, kenalan sahabat saya yang tidak setuju dengan korupsi di instansinya bekerja, diturunkan pangkatnya menjadi tukang bikin teh, tapi ia tidak mengeluh. Ia terus di sana berharap jadi cermin bagi rekan-rekannya yang gila harta.

Semua memang kembali ke pribadi masing-masing.

Apakah merasa sudah dicukupkan atau belum.

Apakah sudah pandai mensyukuri kecukupan atau belum.

 

Sudah jam 9. Selamat ibadah mengais rezeki halal bagi yang menjalankan.

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s