Gardens of Water


The one on the left.

Penulis : Alan Drew
Penerbit : Literati Books
Terbit : Februari 2010

Gardens of Water bercerita tentang dua keluarga beda budaya. Sinan Basioglu hidup bersama istrinya Nilufer dan dua anaknya, Irem remaja putri 15 tahun dan Ismail bocah lelaki yang baru selesai dikhitan. Di apartemen di atas tempat tinggal mereka, hiduplah keluarga guru expatriat bernama Marcus, istrinya dan Dylan putra mereka yang juga remaja.

Di halaman-halaman awal novel, pembaca sudah dapat melihat bibit-bibit petaka dalam keluarga Sinan. Bagaimana Sinan yang pincang tak mampu mengimbangi langkah Ismail yang gesit, hingga hampir ia kehilangan Ismail di tengah keramaian kapal ferry. Digambarkan pula Irem yang menemukan kesenangan dari pertemanan rahasianya dengan Dylan. Di saat keluarga Sinan begitu bergembira menyiapkan perayaan khitanan Ismail, Irem menyimpan cemburu yang mulai mendidih. Lalu tanpa diduga-duga, gempa dahsyat menggulung mereka semua menjadi adonan kisah yang tragis dan miris.

Inti novel ini adalah para individu yang terjebak dalam dilema antara apa yang mereka inginkan dan apa yang mereka yakini. Untuk Sinan, berarti menyeimbangkan cintanya untuk anak-anaknya dengan keyakinan agama dan adat suku Kurdi yang ia junjung tinggi. Namun preferensinya atas Ismail secara tak langsung melukai perasaan Irem. Di kamp pengungsi, Sinan yang kehilangan perannya sebagai pemberi nafkah keluarga harus menghadapi perasaan-perasaan yang saling bertentangan tersebut untuk pertama kalinya. Sementara itu, Irem putri semata wayangnya, mencoba untuk menyeimbangkan harapannya untuk tidak bernasib seperti ibunya namun tetap ingin dicintai dan mencintai keluarga, negeri dan keyakinannya. Irem menganggap Dylan sebagai kunci keluar dari segala kekolotan kehidupannya di Turki. Terlebih setelah mengetahui keinginan ayahnya untuk kembali pulang ke desanya yang membosankan. Novel ini hendak menunjukkan bahwa tidak ada jawaban yang mudah bagi tiap individu, namun pada akhirnya sebuah keputusan tetap harus dibuat.

Apa yang paling saya sukai tentang novel ini adalah tiap-tiap karakter dirasa sangat ‘hidup’, mulai dari Sinan dan Irem, Marcus dan Dylan. Bahwa tidak ada yang betul-betul benar dan baik dan tak ada yang sepenuhnya jahat dan buruk. Masing-masing dihadapkan pada ketakutan, kegagalan, dan usaha mereka untuk memahami kehendak alam semesta. Semua abu-abu. Seperti saya. Seperti Anda.

Kisah ini berjalan cepat karena pembaca diajak mengikuti jejak Irem dan Sinan secara berganti-gantian. Jika Irem melakukan A, kira-kira apa yang dilakukan Sinan? Lalu jika Sinan memutuskan B, apakah reaksi Irem? ‘Kejar-kejaran’ antara ayah dan anak ini pun berakhir pada sesuatu yang memang tak terelakkan. Hingga akhir kisah, Drew tidak memihak pada satupun tokoh dalam novelnya. Ia memberi nafas pada mereka. Pada akhirnya, Drew mengembalikan kepada pembaca untuk merenungi babak-babak kehidupan yang telah tersaji di hadapan mereka dengan harapan dapat mengambil hikmahnya.

Setelah membaca tamat kisah yang mengharukan ini, saya mencari tahu lebih mengenai profil sang penulis. Dan wajar saja, selaku akademisi sastra, ia membuat novel ini sebagai pengganti thesisnya untuk meraih gelar Master of Arts. Terungkap sudah mengapa ditel-ditel budaya dan agama digambarkan dengan persisi, rupanya riset yang dilakukannya untuk novel ini bukan sembarang riset. Tambahan lagi, ini adalah novel pertama dari Alan Drew! Bravo!