Kata mereka tidak ada kebocoran, baik pada tabung-tabung reaktor maupun pada mesin pengolah limbah. Kata mereka warga sekitar tak perlu khawatir apalagi sampai harus mengungsi. Aku percaya saja, toh mereka orang sekolah. Pakar nuklir. Aku seorang petani. Lebih paham bahasa tanaman padi. Tak pernah mengenyam pendidikan tinggi.
“Dijual saja, Pak, tanahnya. Tak ada yang maulah beli beras yang tumbuh di dekat pabrik nuklir.” bujuk Sipah istriku yang sepertinya ingin menyusul teman-temannya yang pindah ke kota sebelah.
“Terus kita tinggal di mana, Pah?” tanyaku sambil mencungkil sisa makan siang dari sela gigi.
“Di kota sebelah… “ usul Sipah sesuai dugaanku.
“Tapi, Pah. Di kota sebelah tak perlu penerangan. Sebab warganya bisa berpendar.”