Aku cukup tahu diri. Jika jauh adalah jawab akan eksistensi diriku di hidupnya.
“Pengen nelpon kamu sebentar, boleh?” kirimku.
“SMSan aja ya?” jawabnya selang lima menit.
“Justru aku mau dengar suaramu.” kirimku. Sudah tiga tahun aku tak mendengar suaranya. Yang punya ragam tawa. Kadang manja. Kadang wibawa. Kadang mendesah sampai bikin basah.
“Aku ngga akan macam-macam. Just a decent call. Promise.” kirimku lima menit kemudian setelah tak kunjung datang jawaban.
“Bukan itu. Ada yang lagi nginep di kamarku. Takut ganggu. Sudah hampir jam satu.”
Aku mengangguk disaksikan kasur, laptop, kipas angin, hp, charger dan laci plastik tiga tingkat tempatku menyimpan baju.
“Besok aja ya?” kirimnya lagi.
Aku cukup tahu diri. Jika mendengar suaranya kini tak semurah mengisi pulsa .
“Hear you tomorrow, then. Good night.” kirimku.
“Good knight.” balasnya.
Aku cukup tahu diri. Saat SMS yang datang tepat janji meski telah larut malah merajah kecewa.
“Maaf. Hari ini sibuk banget. Besok aja ya?” kirimnya.
“Raincheck?” kirimnya.
“Sleep tight.” kirimnya.
Tiga sms berturut-turut. Panik? Merasa bersalah?
“Yup.” jawabku sedikit mutung, selebihnya murung.
Aku cukup tahu diri. Ada cincin di jari manisnya yang kiri. Kini.
pas baca post ini, i feel like dejavu. persis spt apa yg aku pernah alami. persis! :)
Reblogged this on Una mica atractiu. and commented:
it’s like dejavu…