Kereta berhenti di tengah-tengah sawah. Kulirik jam, masih 17.07. Di hadapanku, Henry menggeliat. Terbangun oleh matahari senja yang mendarat tepat di mukanya. Aku menendangnya pelan sambil menyuruhnya bangun. Matanya memicing, mencicil kadar cahaya agar tak terlalu menyakitkan.
“Sampai mana?” kubaca gerak bibirnya. Suara Morrissey yang kudengar menelan suaranya bulat-bulat. Menjawabnya aku hanya mengangkat bahu.
Ia melengos kesal, diambilnya topi dan kacamata hitam dari kantong samping ranselnya. Dikenakannya, lalu ia kembali bersidekap dan menekuk dagunya ke dada. Kembali tidur.
Pelan-pelan, untuknya kunyanyikan lagu yang bermain di telingaku.
“If a double decker bus, crashes in to us, to die by your side, is such a heavenly way to die.”
Di hadapanku bibirnya melengkungkan senyum.