“Mama!” suara cemprengnya memecah hening.
Kupalingkan wajah dari adonan pancake, mencari asal suaranya.
Begitu menemukannya, spatula yang kugenggam terlepas begitu saja. Cipratan adonan pada kaki piyama tak terhindarkan.
“Keisha? Kenapa pakai baju Mama, Nak?” aku sengaja menggunakan kata baju, bukannya lingerie.
“Baju Mama ya? Keisha kila baju Cindelela.” sahutnya lugu.
Kepanikanku buntu ketika kulihat wajah suamiku melongok dari balik kusen pintu.
Tatapanku mungkin terlalu memelas, suamiku menahan tawa sampai perutnya mulas.
Setelah puas, a lalu merengkuh Upik Abu kecilku dan dalam sekejap berhasil membujuknya untuk mengembalikan ‘bajuku’ dengan iming-iming baju peri lengkap dengan sayap kupu-kupu.
Tak luput ia melempar kedipan genit ke arahku yang masih saja terpaku dengan adonan pancake di depanku.