Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih pada Mas-mas penjaga kost-kostan yang menjelaskan peraturan-peraturan yang ada. Standar. Pada prinsipnya sama dengan kostan lain yang pernah kuhuni. Jam gembok pagar, maksimal penggunaan alat elektronik, berapa potong baju yang dicucikan per hari (tak ketinggalan catatan bahwa pakaian dalam tidak termasuk dalam fasilitas laundry). Tapi aku tak mau kesan pertama jadi kurang nyaman, jadi aku ber– “hee..” “hoo..” saja sambil mengangguk anggukkan kepala seperti boneka anjing yang berdebu di dashboard angkot.
Aku selalu senang mencari-cari peninggalan orang yang dulu pernah tinggal di kamar yang kutinggali. Kubuka-buka laci meja belajar. Di sana hanya ada paper clip dan bulpen tanpa tutup yang sudah tak nyata. Meski kamar ini terletak di lorong, tapi berkat skylight yang lebar, jadinya terang. Aku beranjak ke lemari pakaian. Ada beberapa stiker yang sobek. Seolah seseorang berusaha menghilangkan stikernya tapi malah menyobeknya lantas menyerah. Stiker-stiker kegiatan klub pecinta alam dari 5 tahun silam. Gambarnya masih standar, siluet pendaki di puncak gunung menentang matahari senja.
Kunci lemari agak susah diputarnya. Ketika terbuka aku cukup lega karena model lemarinya dengan tempat menggantung pakaian. Melipat pakaian setelah disetrika menurutku malah membuat pakaian kembali kusut. Aku lebih prefer menggantung pakaian.
Bagian bawah lemari masih dialasi kertas kado warna-warni. Ah, cewek banget sih. Kucoba mencopotnya tapi malah sobek.
Apa yang kutemukan dibawahnya membuatku terkejut. Mosaik pasfoto perempuan-perempuan berseragam SMA dari yang lumayan manis sampai yang sangat-sangat cantik.
Setiap foto di selotip dengan rapih sekali. Iseng kucabut satu. Kembali aku terperangah, di balik foto, terdapat nama, nomor HP dan alamat perempuan tersebut. Kucabut yang lain dan yang lain dan yang lain lagi, semuanya bernasib sama. Tidak hanya keterangan itu tapi di bawahnya masih terdapat garis-garis hitungan seperti yang sering dilukis di dinding penjara oleh para narapidana. Pikiranku hanya bisa menerka kalau itu adalah jumlah kali ia memanfaatkan mereka. “Dasar bajingan”, ucapku pelan sambil menyeringai.
Tapi kasihan juga cewek-cewek ini, pikirku.
Cepat-cepat kuambil bak sampah, memasukkan seluruh lembar foto ke dalamnya dan menyalakan korek apiku pada kertas kado warna-warni tadi dan membakar semuanya. Kecuali satu. Gadis hitam manis berambut panjang ada sepasang lesung pipit di kedua sudut bibirnya.
Chicha Wardhani, 0815 xxxxx xxx, Kotabaru.
Tak tampak ada garis hitungan di bawahnya.
Uni…. bener2 koprol daaah gw… mantaaab :)
keren nih uni. detail-detail nya kena banget. :p