This is my personal drawing after seeing the movie.
Produksi : Warner Bros. Pictures
Dirilis : 15 January 2010
Sutradara : Spike Jonze
Pemain : Max Records, James Gandolfini, Mark Ruffalo
Durasi : 101 menit
Costumes : Jim Henson Creature Shop
Score : Karen O
Film yang diangkat dari buku cerita anak-anak karya Maurice Sendak berjudul sama, berkisah tentang Max seorang anak lelaki emosional yang memiliki daya imajinasi tinggi. Setelah mengalami beberapa insiden yang membuatnya dihukum tidak boleh makan malam oleh sang ibu, Max melarikan diri dari rumah. Begitu sadar, Max menemukan dirinya berada di sebuah negeri seberang lautan yang dihuni oleh monster-monster raksasa. Alih-alih memakannya seperti manusia-manusia yang sebelumnya berani menginjakkan kaki di hutan mereka, Max malah dinobatkan sebagai raja. Ia pun bersahabat dengan Carol, raksasa yang perangainya mirip dengan Max. Mereka sering berdiskusi, bermain dan bahkan bertengkar. Selain Carol, juga ada KW, Ira dan Alexander yang mengisi hari-hari Max di pelariannya tersebut.
Saya mendapat rekomendasi menonton film ini dari seorang teman lulusan ISI Yogyakarta. Ekspektasi saya akan film ini ada dua. Pertama, ini pasti film artsy yang sulit dipahami, mengingat yang menyarankannya adalah seorang pekerja seni. Kedua, saya mengira akan menikmati film sebangsa film Monster’s Inc. atau kartun anak-anak lainnya. Tapi di luar dugaan, WTWTA ini adalah film ‘coming of age’ yang gelap. Namun, gelapnya film ini justru menyembunyikan banyak pesan tentang persahabatan, pilihan, perceraian, bahkan kiamat.
Max Records, pemeran yang kebetulan memiliki nama yang sama dengan tokoh utamanya, menampilkan akting yang baik sekali. Adanya berbagai adegan di mana ia harus menggali ekspresi-ekspresi kompleks yang belum tentu bisa dilakukan oleh aktor-aktor yang lebih dewasa darinya. Seperti adegan ketika rumah salju yang dibanggakannya malah dihancurkan oleh teman sang kakak sambil bermaksud bercanda, wajah Max yang sangat marah dan kecewa mengingatkan saya akan suatu ketika di masa kecil saat kakak yang saya harapkan bakal membela saya, malah berpihak pada musuh saya. Sebuah perasaan marah dan kecewa di mana air mata dan kata-kata berebut keluar, dan di situ Records memerankannya dengan pas sekali.
Sebelum diangkat menjadi film, kisah klasik yang cukup pendek ini menyentuh hati banyak sekali pembaca, menyebabkan Spike Jonze ( Being John Malkovich, Jackass ) sangat berhati-hati dalam menggarapnnya. Ada satu adegan seru di mana para monster, Carol, KW, Ira, Alexander dengan Max bermain kejar-kejaran di padang pasir berbukit, yang meski kentara CGI-nya cukup membuat saya sebagai penonton berdebar-debar menyaksikan kegembiraan mereka yang ‘kasar’ layaknya monster.
Untuk seseorang yang belum pernah membaca buku ceritanya, saya mampu merasakan jerih payah dan ketelatenan Jonze dalam tiap-tiap adegan. Film ini semakin terasa istimewa karena dilengkapi soundtrack yang seru dan cocok untuk anak kecil pun anak dewasa seperti saya. :D
Sekedar supaya pembaca memperoleh feel dari film ini, sila dengar salah satu soundtracknya di sini sambil melihat cuplikan-cuplikan filmnya. Enjoy!
credits to Mas @hariprast for recommending this lovable film to me.
hmm… film indie gitu ya?
Bukan indie deh kayaknya, Warner Bros.. Bisa ya, indie tapi bikinan studio besar? #seriusnanya
uwowww.. aku tau film ini. cuma gag tau kalo sebegitu bagusnya sih soalnya belum nonton. film anak2 tapi dark, reminds me of Pan’s Labyrinth. tapi kalo yang bikin film Where the Wild Things Are itu orang yg sama ama yg bikin Being John Malkovich, aku agak ragu2 mau nonton. soalnya aku nonton film Being John Malkovich itu sumpa, absurd abis.. bingung to the max! ehehe..
Nyahaha, Uni malah belum nonton Being John Malkovich. :))