Hanya dengung mesin pesawat dan suasana interior yang remang-remang. Aku dan Jana terjaga, pandangan kami mengarah pada petak kecil jendela di mana bulatan besar berwarna kuning mengiringi perjalanan kami. Malam datang lebih cepat. Mala terlelap di pangkuanku. Jam di layar TV mini menunjukkan pukul 22.34.
“Ayah?” bisik Jana pelan.
“Iya, nak?”
“Kita mau ke mana lagi? Jana lupa.”
“Kita mau ke Tokyo, Nak. Ke sekolah baru Ayah.”
Heran. Rasanya saya sudah menjelaskan padanya tentang ini berkali-kali, namun Jana selalu saja bertanya lagi dan lagi.
Jana menunduk memainkan resleting di ujung jaketnya.
“Jana pikir kita mau ke tempat Bunda.”
“Jana tahu kan, Bunda ada di mana?” kubelai lembut ubun-ubunnya lalu kukecup.
“Di surga.”