Renungan Jum’at : Yang Lebih Saleh

Seseorang yang kukenal bercerita tentang kenalan kami yang lain. Seorang perempuan yang sebaya denganku dan juga sedang ‘mencari’ pasangan hidup. “Kenapa sih, kok aku ngga dikasih-kasih jodoh ya sama Allah?” keluhnya. Kenalanku menjawab, “Yah, berusaha dan berdoa aja terus mba’. Kan Allah Maha Mengatur dan Tahu yang terbaik buat hamba-hamba-Nya. Atau, mungkin saja ada hamba-hamba-Nya yang lebih saleh dan khusyu’ memohon, jadi proposal kita dipending dulu…” jawabnya tenang.

Mendengar perkataannya aku tertegun. Tak terlintas dipikiranku, seorang yang cenderung dilecehkan orang lain ini, punya pemikiran seperti itu. ‘ada yang lebih saleh dan khusyu’ dari kita’. Teringatlah akan sebuah doa yang kutemukan di buku kumpulan doa souvenir dari pernikahan anak kenalan mama: ‘Doa agar Dijauhkan dari Permusuhan Dengan Sesama Muslim.’

Doa tadi dan perkataan kawanku timbul-tenggelam dalam lautan akal.

Adikku tersebut telah membuka mata sekaligus membuatku menyadari beberapa hal sekaligus. Pertama, bahwa di atas langit masih ada langit. Kita boleh saja ‘merasa’ ibadah kita telah sempurna. Sedekah tidak pernah alpa. Berbakti pada orang tua. Rajin menabung, baik hati dan tidak sombong. Tapi, bisa jadi ada yang jauh melebihi kita dalam keikhlasan dan ketulusan beribadah. Sebab kadar dan jumlah jarang menjadi determinan dimata-Nya. Orang-orang yang bersih hatinya, tidak pernah menyimpan dendam, dengki maupun iri kepada orang lain. Orang-orang yang menjalani hari demi hari berusaha memperoleh restu sesama demi menggapai ridlo Allah. Yang senantiasa berkaca pada diri sendiri, mengeliminir kekurangan dan meningkatkan kebaikan. Orang-orang yang lebih segala-galanya dari kita akan selalu ada dan berusaha untuk jadi yang paling bercahaya di mata Allah, lebih bercahaya dari para malaikat yang terbuat dari cahaya sekalipun…

Berkaitan dengan doa agar dijauhkan dari permusuhan dengan sesama muslim, ada hubungannya dengan kenalan yang menyesali nasibnya tadi. Aku dan dia bukanlah teman. Aku sekedar mengenalnya sebagai rekan sekantor dan tak jarang merasa jadi sasaran tatapan-tatapan tajamnya. Garis-bawahi: ‘merasa’. Yang mengherankan, kita sering berbagi tempat ibadah. Wajarlah jika ku kemudian meragukan ‘jarak’ yang ada di antara kami merupakan jarak yang nyata. Bisa jadi itu hanya akal-akalan setan yang senang melihat sesama muslim bermusuhan. Maka, wajarlah doa itu kulafazkan.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s