Jihan berdiri sambil merapihkan roknya, kemudian berusaha meraih pegangan di atasnya, berjinjit. Belum sempat menggenggam pegangan, MetroMini direm mendadak. Jihan terkesiap. Tangan Jihan cepat meraih apa saja yang dapat dijadikannya pegangan. Alhasil, tali ransel pemuda yang duduk di sampingnya menjadi korban. Keduanya terdesak oleh gaya kinetis bis. Pemuda itu nyaris mencium pegangan besi yang juga berkarat pada bangku di depannya, jika ia tidak cepat-cepat menahan dorongan tubuh Jihan.
“Maaf.” ucap Jihan sungkan.
Pemuda yang sejak tadi sibuk dengan smartphone-nya itu hanya mengangguk lalu kembali menekuni situs messenger.
Dengan hati-hati Jihan berjalan ke bagian depan MetroMini. Tempat perhentiannya masih 100 meter di depan.
“Surabaya ya!” ujarnya lantang agar terdengar oleh supir.
——————————————————————
Handi mengangkat kepala. Diamatinya gadis yang menubruknya tadi. Entah kenapa suaranya begitu familiar. ‘Criing!’ smartphonenya kembali memanggil. Diacuhkannya. Gadis itu membelakanginya, rambutnya lebat berombak, tubuhnya pendek dan sedikit chubby, kulit lengannya putih. Handi berharap gadis itu menoleh, membenarkan dugaannya.
Lampu lalu lintas berubah warna dan MetroMini berhenti.
Saat gadis itu turun. Handi menangkap sisi kiri wajahnya dan dugaannya benar!
“Jihan!”
Itu Jihan, gadis yang ketika kelas 4 SD hingga tamat SMP ditaksirnya diam-diam.
——————————————————————
Jihan menoleh mendengar namanya dipanggil. Urung turun, ia cari sumber suara itu. Pemuda yang ditubruknya tadi! Jihan berusaha mengingat-ingat siapa dia dan bagaimana pemuda itu tahu namanya.
“Oi, Neng! Jadi turun ngga?!” bentak supir MetroMini tak sabar. Lampu lalu lintas sudah berubah warna lagi. Dan klakson sudah mendesak dari sana-sini.
“Eh, iya.. Maaf..” panik Jihan turun, hampir-hampir menginjak roknya sendiri.
——————————————————————-
MetroMini beranjak meraih kecepatan, Jihan dan Handi saling tatap. Di mata Handi ada rindu yang kembali menggedor memaksa masuk. Hidungnya yang bangir, kumis tipis yang seharusnya tak terlihat andai saja kulitnya tidak demikian putih. Putih yang memberi kontras luar biasa indah hingga dapat menonjolkan warna bibir merahnya yang menggoda. ‘Jihan..’ bisiknya pada diri sendiri.
Di mata Jihan, Handi melihat tanda tanya. ‘Ah, yang benar aja. Masa gadis sepopuler dia ingat siapa gue. Wajar aja mukanya bingung begitu.’
Jari telunjuk Jihan menempel lucu pada dagu. ‘Aha, kebiasaan berpikirnya sejak SD belum berubah.’ Handi tersenyum. Makin lebar senyumnya manakala melihat gerakan bibir Jihan dan telunjuk Jihan yang mengacung sesaat sebelum MetroMini yang ditumpanginya benar-benar berlalu dari hadapan. Gerakan yang kira-kira berbunyi, ‘Handi?’
‘Criiinng!’
Burung-burung di dada Handi serentak terbang menghilang manakala telepon genggamnya berbunyi dan menampilkan tulisan:
Erika93: Ayang? Kok ga dijawab-jawab sih? U_U