Hari itu hari libur. Hari pertama di bulan Januari. Fika sedang asyik menggambar di kamar, saat suara klakson mobil Ayah terdengar. “Biiik!” teriaknya, “Bukakan gerbang! Ayah dan Ibu pulang!”
Saat yang dia nanti-nanti sejak semalam. Ia bahkan sudah menggambar sesuatu untuk momen ini. Gambar dirinya, Ayah dan Ibu dengan tangan terbuka. Di atasnya tertulis, “Selamat Datang Fauzan!”
Semalam, Ayah dan Ibu mengatakan bahwa Fika akan jadi seorang kakak. Tepatnya kakak angkat. Abi dan Umi Fauzan, tewas terbawa tsunami. Almarhumah Umi Fauzan adalah sepupu jauh Ayah. Fauzan kelas 2 SD sedangkan Fika kelas 4.
Dengan riang Fika berlari ke teras depan. Dilihatnya Ibu keluar dari mobil menggandeng Fauzan dengan penuh kasih sayang. Fika merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu di dalam dadanya seperti sedikit dicubit. Diperhatikannya Fauzan dari bawah ke atas. Ia mengenakan kaos Merah bergambar banteng, dan celana coklat mirip celana Pramuka. Tubuhnya kurus dan hitam. Hidungnya mancung. Rambutnya tebal dan lebat, sedikit panjang. Tapi yang paling menarik perhatiannya adalah matanya yang bulat dan besar tetapi terlihat seperti hendak menangis.
Fika menghampiri keduanya dan dengan ramah berkata, “Hai, aku Kakak Fika. Selamat datang! Ini untukmu.” sambil menyerahkan gambar yang dibuatnya tadi pagi, lalu mengajak Fauzan salaman.
Fauzan malah menunduk saat menerima gambar dari Fika dan menjawab pelan sekali, “Namaku Fauzan. Terima kasih.”
Fika menatap Ibu dengan bingung. Ibu hanya membalasnya dengan senyum.
***
Sudah seminggu Fauzan tinggal di rumah. Ia hampir tidak pernah berbicara dengan Fika. Fauzan sering bercakap-cakap dengan Ayah menggunakan bahasa daerah. Tak jarang Fauzan dibuat tergelak oleh Ayah.
Ayah juga sering membelai kepala Fauzan seperti yang sering dilakukannya untuk Fika. Lagi-lagi sesuatu di dalam hatinya terasa seperti dicubit.
Ibu juga sering mengajak Fauzan berbelanja. Ibu membelikannya banyak sekali baju baru. Tidak semua baju yang dikenakan Fauzan baru. Beberapa kaos oblong tua Fika juga dilungsurkan padanya. Fika terkadang geli melihatnya memakai kaos Powerpuff Girls dan Care Bears. Tapi Fauzan tak pernah mengeluh.
***
“Biik! Lihat pensil warna Fika tidak?!” teriak Fika siang itu setelah lelah mencari di dalam kamar.
Bibik, tergopoh-gopoh menghampiri lalu berbisik. “Tadi pagi bibik pinjamkan ke Den Fauzan, Non.”
Fika yang masih mengenakan seragam sekolah dengan kesal bergegas ke kamar Fauzan. Tidak dihiraukannya Bibik yang berusaha mencegahnya agar Fika tidak memarahi Fauzan.
“Heh! Siapa yang kasih kamu izin memakai pensil warnaku?!” bentak Fika kesal. Kesal yang muncul dari rasa letih dan dadanya yang semakin sering terasa seperti dicubit-cubit. Terutama bila melihat wajah Fauzan.
Tangan Fauzan menjatuhkan pensil yang sedang dipakainya mewarnai. “Ma.. af..” hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya. Dengan kasar Fika mengumpulkan pensil warnanya lalu pergi.
***
Malam itu Fauzan tidak turun untuk makan. Ibu dan Ayah cemas. Meski mereka bujuk, Fauzan tetap bergeming. Duduk diam di atas kasurnya, memeluk lutut. Fika menyesali perbuatannya siang tadi. Fauzan pasti lapar sekali. Namun Fika terlalu gengsi untuk meminta maaf.
Malam itu Fika samar-samar mendengar Ayah dan Ibu berbicara di kamar sebelah. Ada namanya dan Fauzan disebut-sebut. Sambil berusaha keras menangkap apa yang mereka perbincangkan, Fika malah tertidur.
***
Pagi harinya ibu sibuk mencuci seprai dan menjemur kasur. Sebelum Fika sempat bertanya, bibik bercerita kalau tadi malam Fauzan mimpi buruk hingga mengompoli kasurnya. Rasa sesal Fika semakin kental menyakiti dada. Bukan dicubit-cubit seperti saat ia melihat Fauzan bercanda-canda dengan Ayah. Dada Fika terasa sesak. Begitu sesak, air memaksa keluar lewat mata.
***
Malam harinya, makan malam Fauzan diantarkan ke kamar. Ayah dan Ibu menasihati Fika seperlunya. Mereka tahu Fika sudah sangat menyesali sikapnya kemarin. Akan tetapi, Fika bertekad untuk meminta maaf langsung pada Fauzan. Nanti, malam-malam sekali, ia berencana, karena Fika malu dilihat oleh Ibu dan Ayah.
***
Pukul 11 malam Fika memutar kenop pintunya perlahan-lahan, keluar dari kamarnya dan berjingkat-jingkat ke kamar Fauzan. Pintu kamar Fauzan selalu terbuka. Fauzan trauma akan ruangan tertutup. Waktu tsunami Abinya mengunci Fauzan di dalam lemari kayu jati, yang secara ajaib selamat dari benturan berarti.
Begitu memasuki kamar Fauzan, Fika mendengar suara rintihan diiringi isak tangis. “Umiiii… Umiii…” Fauzan menangis dalam tidurnya. Pilu sekali. Airmata Fika ikut menggenang. Spontan dielusnya dahi Fauzan dengan penuh kasih sayang sambil bersuara, “Shh.. Ssshh…” seperti yang sering dilakukan Ayah dan Ibu padanya. Setelah beberapa lama tidur Fauzan kembali tenang, nafasnya masih sesekali mengisak. Fika terus mengelus dahi Fauzan, hingga iapun ketiduran.
***
Paginya, Fika terbangun di kamar Ayah dan Ibu. Ibu dengan lembut sedang membelai-belai rambut Fika. “Selamat pagi, Malaikatku.” sapa ibu lembut.
“Selamat pagi, Ibu.”
“Fika tahu tidak kalau Rasulullah menganjurkan kita untuk sering-sering mengelus kepala anak-anak. Terutama anak yatim?”
Fika menggeleng. Kantuknya serta merta hilang, berganti rasa ingin tahu.
“Iya, kira-kira karena apa ya?” tanya ibu lagi.
“Karena anak yatim tidak punya Ayah dan Ibu yang melakukan itu untuk mereka?” jawab Fika hati-hati.
“Betul sekali, nak. Selain itu menurut ahli neurologi, dengan kata lain dokter syaraf otak, apabila kepala dan dahi dielus dengan penuh kasih sayang, akan menerbitkan rasa senang alami yang disebut endorphin.”
Fika mengernyitkan kening. “Dolphin? Lumba-lumba, maksud ibu? Rasa senang alami?”
“Kelak kamu akan mengerti.” dikecupnya kening anaknya kemudian berkata, “Ibu bangga kamu sudah menjadi kakak yang baik.” Fika dipeluknya lama sekali.
***
Ketika Fika bersiap hendak berangkat sekolah, di mejanya tergeletak selembar kertas gambar. Gambar yang bagus sekali, lebih bagus dari gambar-gambar Fika selama ini. Namun baru diwarnai separuh. Gambar dua orang anak, laki-laki dan perempuan yang saling bergandengan. Ada sebuah tulisan, “Kakak Fika dan Fauzan” di pojok kiri bawah dengan huruf ‘z’ yang terbalik. Gambar yang akhirnya mengusir pergi makhluk yang gemar mencubiti isi dada Fika untuk selama-lamanya.
mengharu biru.
sederhana. touchy. ah, aku fans barumu! :’)
ah, makasih! *kasih sebuket mawar* lho?